Spirit Indonesia Vs Spirit Jepang

Semangat Bushido?
Spirit Jepang kadang diidentikkan dengan semangat bushido, semangat militer Jepang. Samurai yang dilengkapi dengan pedang alias katana panjang yang sangat disiplin, akurat dan berdarah dingin. Banyak yang percaya keberhasilan ekonomi dan perubahaan sosial budaya di zaman Meiji dikarenakan spirit ini. Spirit yang mengubah kehidupan Jepang secara drastis menjadi sebuah negara super moderen dan mumpuni di bidang teknologi.

Masih banyak orang percaya spirit ini terjaga dengan baik dalam kehidupan masyarakat Jepang hingga saat ini. Maka tidak heran, meski kondisi ekonomi Jepang tidak sebaik pada masa tahun ’90-an, tetapi semangat Jepang dalam membangun negaranya masih cukup terasa. Saya akan mengambil beberapa contoh pembangunan fisik di kota megapolitan Tokyo, di mana saya tinggal saat ini. Jangan bandingkan dengan Jakarta yang baru saja “pingsan” karena banjir besar, Tokyo yang sudah dianggap super canggih itu masih saja membangun dan terus membangun.


Pertama, dengan melihat menara Tokyo Sky Tree. Menara ini didirikan dengan semangat inovasi dan teknologi tinggi serta ramah lingkungan dirancang selama hampir 4 tahun dengan detail yang luar biasa. Gedung menara tertinggi Jepang dan dunia ini menjadi bukti dari semangat antara budaya kuno dan multi moderennya. Dirancang selama beberapa tahun dan dibangun pada saat terjadi gempa besar melanda Jepang di tahun 2011. Namun, jadwal jadi menara ini ternyata dua bulan lebih cepat dari jadwal semua. Konsep pembangunan menara ini pun diperhitungkan ala Jepang, matang, akurat dan detail. Konsep yang terintegrasi yang sangat mengedepankan lingkungan (menggunakan daya sumber geotermal), menggunakan dasar dan konsep arsitek tradisional Jepang dan mengembalikan konsep kejayaan “kota lama” di Tokyo. Mempelajari lebih jauh Tokyo Sky Tree, seakan-akan kita akan menemukan semangat bushido yang ditanamkan di dalamnya.

Kedua dengan melihat teknologi kereta api Jepang. Kereta api Jepang yang merupakan moda transportasi utama Jepang merupakan modal dan denyut nadi kehidupan negara dan bangsa Jepang. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur stasiun kereta api mutlak diperlukan dan dibutuhkan. Shinkansen yang merupakan kereta api cepat Jepang telah menjadikan bukti negara ini adalah negara luar biasa. Hayabusa salah satu kereta terbaru Jepang akan disusul jenis-jenis kereta api lainnya. Stasiun Tokyo, yang merupakan stasiun pusat kota Tokyo juga menjadi salah satu sentral perkereta apian di Tokyo juga telah berhasil direnovasi selama kurang lebih empat tahun. Rancang bangunan utama Stasiun Tokyo dikembalikan dengan rancang bangunnya yang asli pada tahun 1914. Hotel Tokyo Stasiun pun kembali direnovasi persis semula bangunan pada tahun 1914 dengan mengumpulkan data dan catatan asli memori para insinyur yang terlibat pada saat itu. Pada tahun 2012 yang lalu gedung ini kembali dibuka dan menjadi bukti “kesaktian” semangat bushido. Pada tahun ini salah satu stasiun utama yang identik dengan si anjing legendaris Jepang, Hachiko juga akan direnovasi besar-besaran dan sudah siap untuk digunakan pada bulan April mendatang.

Melihat pembangunan-pembangunan inovatif dan canggih Jepang ini seakan kita tidak melihat kemunduran ekonomi Jepang. Jepang dipercayai tetap tumbuh karena semangat bushido-nya yang telah tertanam selama berabad-abad.

Padahal kenyataannya kedigdayaan Jepang di bidang ekonomi mulai melemah. Posisinya telah digeser oleh negara tirai bambu, Cina. Dari sisi politik, krisis kepimpinan di negara ini terlihat nyata. Bayangkan di Amerika Serikat dalam masa 5 tahun ini memiliki presiden yang sama, sementara negara Matahari Terbit ini terpaksa memiliki hampir 5 perdana menteri. Meski sistem masih stabil, namun tak pelak lagi sudah mulai politik Jepang mengalami krisis, ditambah dengan generasi muda yang begitu apatis terhadap politik negara ini. Di bidang pendidikan juga terasa mulai tidak semantap dekade sebelumnya. Sebagai catatan, di sekolah negeri Tokyo tiga tahun yang lalu Sabtu merupakan hari libur. Semenjak dua tahun yang lalu, sekolah juga diselenggarakan pada hari Sabtu, meski setengah hari. Dua tahun lalu hanya sebulan sekali dan saat ini dilaksanakan sebulan selama dua kali hari Sabtu, yang konon nanti setiap hari Sabtu pelajar Jepang akan masuk sekolah. Konon, salah satu alasan mengapa hari Sabtu masuk sekolah ini karena ditengarai spirit atau semangat anak-anak Jepang (termasuk kemampuan akademis) yang mulai mengendur.

Saya suka sekali mengamati semangat anak-anak muda Jepang. Mereka memang dididik untuk disiplin di sekolah. Sistem pendidikan Jepang telah merancangnya (menjadi sedimikian) sistematis. Acara lomba olah raga yang, undokai atau festival olah raga di setiap sekolah selalu diselenggarakan setiap tahun dan menjadi satu kegiatan wajib dalam penyelenggaraan pendidikan di Jepang. Latihan yang keras dan disiplin menjadi satu harapan besar dengan acara ini. Belum lagi dengan acara gakugekai atau acara pesta seni selain pameran hasil karya pelajar di sekolah-sekolah negeri yang melibatkan siswa dan guru secara total. Di tingkat perguruan tinggi pertandingan bisbol antar perguruan tinggi serta festival atau matsuri juga menjadi suntikan semangat kebersamaan antar mahasiswa yang didukung oleh seluruh jajaran universitas (sebagai contoh di universitas saya, Keio University, kegiatan ajar mengajar diliburkan pada saat pertandingan bisbol penting atau kegiatan festival budaya (matsuri)).

Semangat disiplin, kebersamaan dan kerja yang tekun memang telah ditanamkaan (dan masih cukup kuat) dan menjadi ciri khas negeri sakura ini. Jadi, terus terang saya pun juga punya keyakinan meski secara kuantitas, jumlah generasi muda merosot drastis dalam dekade terakhir ini di Jepang, tapi dengan semangat kuno bushido Jepang yang sudah tertanam,  konsep spirit ini masih cukup menyala (meski diiringi rasa keprihatinan oleh generasi tua dan menengah ke atas).

Spirit Indonesia
Bagi saya, Indonesia bagaikan negara anomali. Di satu sisi negara ini seakan-akan bagai hancur lebur tapi di sisi lain masih menyimpan potensi dan satu harapan besar yang menunjukkan semangatnya. Negara ini diakui masih berkembang dan tahan banting dari deraan krisis-krisis dalam kondisi mutakhir ini. Meski tidak seperti bushido yang begitu kuat dan stabil, tapi setidaknya melihat generasi mudanya yang sedang bergerak di dalamnya, di negara ini masih menyimpan rasa optimisme yang kuat dan dalam. Kenyataannya, banyak anak muda yang menonjol dan bersedia untuk berbagi rasa harapan optimisme di kalangan masyarakat secara terbuka. Sebut saja seorang tokoh pendidikan Anies Baswedan dengan gerakan Indonesia Mengajarnya, yang diinspirasi oleh duet Soekarno-Hatta dan gerakan KKN-nya UGM oleh bapak almarhum Koesnadi Hardjasoemantri, Merry Riana, seorang milyader muda dengan Merry Riana Foundationnya mencoba menyemangati kaum muda Indonesia, tokoh penggiat sedekah dan pengusaha muda, Ippho Santosa serta ustadz Yusuf Mansur dengan gerakan sedekahnya, untuk membantu sesama. Sastrawan Andrea Hirata atau penggerak budaya dan inspirasi, Andy F Noya, misalnya. Hingga politikus yang sedang naik daun, Jokowi dan Ahok alias Basuki Cahaya Purnama atau bahkan pengusaha muda sukses, Sandiaga Uno adalah contoh tokoh yang perlu kita sebutkan. Merekalah inilah segelintir manusia langka dari bangsa Indonesia yang menebar optimisme dan harapan.
Meski spirit kita tidak seperti budaya bushido yang secara sistematis diajarkan di Jepang, tapi seakan sporadis ini (hehehe). Tapi kita harus secara jujur dan terbuka, masih ada semangat yang tersisa dan menjalar dengan hangat ke pelosok seluruh negeri.

Meski tak pelak lagi negara ini masih saja dilanda kekacauan politik dan didera masalah korupsi, kolusi dan nepotisme yang tidak berkesudahan. Tapi nyatanya saat ini Indonesia menjadi negara yang tidak boleh diremehkan oleh siapa saja. Membaca buku Indonesia Rising terbitan The Australia National University yang diedit oleh Anthony Reid menegaskan hal ini. Negara ini rapuh dan dipertanyakan pertumbuhannya, meski di sisi lain secara statistik, negara ini cukup sehat. Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya, sehatkah negara kita? Negara ini dianggap sehat oleh para analisis karena pertumbuhan kalangan menengah yang pesat, generasi mudanya yang bertumbuh serta, jangan lupa ada indikasi jumlah orang kaya yang bertambah cukup pesat menjadi target pemasaran empuk bagi negara-negara maju dan produsen macam Jepang atau Cina.

Mau tidak mau, meski terlihat aneh, prospek ekonomi dan pembangunan Indonesia dianggap cukup baik. Bahkan di Jepang, Indonesia menjadi pilihan yang cukup baik sebagai negara tujuan investasi. Bahkan pertumbuhan investasi perusahaan Jepang di Indonesia cukup besar. Lihat saja beberapa perusahaan-perusahaan pemain baru (di luar perusahaan elektronik besar dan otomotif yang telah merajalela), yang berkembang pesat, semacam Uniqlo, Seven Eleven atau Rakuten juga sudah melakukan ekspansinya. Hal ini seakan seperti déjà vu zaman toko Jepang di masa pra pendudukan Jepang, sebagian masyarakat Jepang membuka toko Jepang alias usaha retail di Hindia Belanda.  Seakan sejarah ini terulang kembali.

Sebagai akhir dari catatan ini, sudah saatnya bangsa ini sadar akan potensi diri sendiri dengan memupuk spirit yang telah ada. Meski bangsa ini (sering) tidak sadar dengan potensi dan kemampuan yang ada, tapi setidaknya kita semua harus diingatkan bahwa spirit itu harus selalu dinyalakan dan disebarkan. Bukan hanya untuk kaum elit, bukan hanya untuk golongan elit politik dan elit golongan. Tapi spirit Indonesia seutuhnya. Ya, saya yakin itu.

Tokyo 27 Januari 2013

---------------
Pengarang buku "Apakah Mereka Mata-Mata?" yaitu buku mengenai kisah orang-orang Jepang di Indonesia sebelum perang (sebelum 1942). Penulis di beberapa kolom koran dan website. Pengamat sejarah dan budaya. Khususnya wilayah Jepang dan Asia Tenggara. Mencoba untuk belajar apa saja. Saat ini sedang bermukim di Tokyo, Jepang, untuk melanjutkan studi serta mendampingi suami yang sedang ditugaskan di KBRI Tokyo, Jepang

0 comments:

Post a Comment