Konsep Interdisipliner dan
Interorganisasi sebagai
Karakter Negarawan Muda Indonesia
Fajrun Wahidil Muharram
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Negarawan, sebuah kata
yang menuntut suatu kontribusi bagi yang membacanya. Negarawan ialah mereka
yang telah selesai dengan diri sendiri, sehingga dapat mencurahkan kemampuan,
waktu, dan tenaganya untuk kepentingan orang banyak.
B. J. Habibie memiliki
istilah sendiri dalam menyebut sosok negarawan, yaitu sebagai cendekia. Dalam bukunya,
Habibie & Ainun, ia menulis bahwa ada perbedaan antara cendekia dan
pakar. Cendekia merupakan seseorang yang ahli dan menguasai suatu bidang, dan
ia memiliki tanggung jawab sosial untuk memanfaatkan keahliannya dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada di sekitar. Sedangkan pakar menurutnya
hanya sekedar seseorang yang ahli dan menguasai suatu bidang tapi tidak
memberikan kontribusi berarti bagi lingkungan sekitarnya.
Menjadi negarawan dalam
konteks kenegaraan adalah bentuk pengabdian diri pada masyarakat. Tidak harus
sebagai presiden, menjadi negarawan dapat dilakukan pada berbagai posisi, baik
secara nasional maupun lokal, juga dalam berbagai bidang sesuai keahlian yang
dimiliki.
Bagi para pemuda,
termasuk mahasiswa, menjadi negarawan dalam konteks kenegaraan seperti di atas
adalah hal pasti yang akan dilaluinya di masa mendatang. Namun sebelum itu, ada
banyak hal yang dapat dilakukan untuk melatih dan mencetak diri menjadi
negarawan muda sesuai keahlian dan bidang masing-masing.
Konsep Interdisipliner
Dinar Ramadhani, dalam
buku Belajar Merawat Indonesia: Presiden Negarawan, menyatakan bahwa
menjadi seorang negarawan berarti berpikir mengenai kepentingan publik,
mengenai negaranya secara utuh. Lebih jauh lagi, negarawan berpikir secara komprehensif
mengenai hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Dia tidak lagi berpikir
terkotak-kotak sesuai keahliannya saja, tetapi memandang sesuatu secara utuh
dalam lingkup negara.
Dari pernyataan di atas,
terdapat dua kata kunci yang menjadi karakter berpikir seorang negarawan, yaitu
komprehensif dan tidak terkotak-kotak. Dalam dunia kampus, seorang negarawan
muda pasti terikat dengan bidang ilmunya. Sistem perkuliahan cenderung
mendorong ia untuk memahami bidangnya secara mendalam dan memberi porsi lebih sedikit
atau bahkan mengesampingkan bidang lain. Tentu hal ini berkebalikan dengan
pernyataan yang disebut Dinar di atas. Lalu bagaimanakah seorang negarawan muda
dapat berpikir komprehensif dan tidak terkotak-kotak? Hal tersebut dapat
disiati dengan membentuk jaringan interdisipliner (sebagian menyebut
multidisipliner) yang mewadahi negarawan muda dari berbagai latar belakang
bidang dalam suatu organisasi.
Konsep interdisipliner
ini bukan berarti menghilangkan latar belakang bidang keahlian ketika berkumpul
dengan orang lain, melainkan menggunakan keahlian tersebut untuk menelaah suatu
problematika kemudian menawarkan solusi dari sudut pandang tersebut. Sehingga
tercipta proses transfer of knowledge di antara para negarawan muda dan
menghasilkan jejaring yang menyelaraskan berbagai sudut pandang tersebut
menjadi satu pemikiran komprehensif dan solutif.
Konteks Organisasi
Dimanapun, khususnya di
dunia kampus, organisasi dibuat untuk tujuan tertentu, sehingga memiliki visi,
misi, dan ruang gerak khusus. Sebut saja BEM, LEM, atau DEMA, yang gerakannya
sarat dengan advokasi dan pengawalan aspirasi yang bersifat persuasif. Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) didirikan untuk menampung mahasiswa dengan kegemaran
dan passion yang sama agar dapat memberi arti yang lebih bermanfaat.
Terdapat pula unit penalaran ilmiah mahasiswa dengan berbagai varian istilahnya
yang lebih cenderung pada kajian mengenai suatu problematika lingkungan dan
sosial dengan pendekatan ilmiah, menghasilkan solusi yang bersifat deskriptif
eksplanatoris. Ketiga golongan organisasi tersebut dapat dihimpun menjadi satu.
Dalam konteks organisasi,
cara ini dapat pula dianggap konsep inter-organisasi, yaitu interdisipliner
dalam skala kelompok, bukan lagi individu. Sementara ini, beberapa perguruan tinggi
telah mencoba menerapkan cara serupa yang disebut sebagai forum komunikasi
(FORKOM). Namun pergerakannya masih sekedar memperbincangkan penyelarasan
jadwal pergantian kepengurusan, agenda pelantikan bersama, dan permohonan anggaran
bersama pada pihak rektorat. Ini belumlah kondisi yang diharapkan ada pada
konsep inter-organisasi.
Idealnya, konsep tersebut
dapat digunakan untuk memberikan solusi atas problematika sekitar dengan sistem
kerja sama. Unit penalaran ilmiah mengkaji suatu permasalahan secara ilmiah
berdasarkan ilmu pengetahuan yang bidang-bidangnya ditekuni oleh anggota di
dalamnya sehingga menghasilkan alternatif-alternatif solusi yang mungkin untuk
dijalani. BEM, LEM, atau DEMA menjaring aspirasi masyarakat dan mengawal isu
tersebut agar tidak mudah dipelintir oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dan
UKM dengan keberagaman unsur di dalamnya menawarkan cara-cara kreatif dalam
menerapkan solusi yang dipilih.
Tataran Aksi
Seorang negarawan muda
tidak hanya menguasai konsep secara matang, namun juga harus piawai dalam aksi.
Dengan karakter yang dimiliki, ia mampu memberi inspirasi. Mampu mengajak
anggotanya dan masyarakat untuk turun tangan memberi solusi, sehingga mereka
tidak hanya duduk manis sambil memuji atau mengkritik.
Pemimpin ideal adalah ia
yang tidak jauh di depan meninggalkan anggotanya, tidak pula jauh di belakang
ditinggal anggotanya, melainkan berada di tengah-tengah anggotanya. Karakter
itulah yang diharapkan ada dalam diri setiap negarawan muda. Dengan keahlian
dan keterampilan yang dimiliki, ia tidak menampilkan sosok dirinya sebagai single
actor di depan yang berbeda secara mencolok, tidak pula ditinggalkan
anggotanya karena pemikirannya yang terlalu subjektif, tetapi menciptakan
sistem kerja sehat, efektif, dan efisien yang menarik simpati para anggotanya
untuk ikut bergerak. Sehingga sistem tersebut akan terus bergerak (sustainable)
sekalipun telah ditinggalkannya.
Seorang negarawan muda
seyogianya memiliki konsep pemikiran dan gaya aksi seperti ini. Kutipan kata
bijak dari Abdullah Gymnastiar, “Mulailah dari diri sendiri, mulai dari hal
kecil, dan mulai dari sekarang.”, dapat menjadi langkah awal dalam memperbaiki
dan merawat Indonesia menjadi lebih baik. []