Senin pagi, 3 Juni 2013, minggu tenang hari pertama di semester 6. Temanku bercerita tentang film seMESTA menduKUNG >> MESTAKUNG. Film yang bercerita tentang perjuangan anak Madura mengikuti Olimpiade Fisika Internasional sekaligus mencari ibunya di Singapura.
Aku minta saja filmnya pada temanku itu. Sudah lama aku ingin menontonnya tapi belum kesampean. Dulu karena ga ada teman waktu baru launching. Terus nunggu bajakannya belum juga datang. Dan tadi pagi kesempatan emas mendapatkan film itu.
Sebenarnya tugasku masih banyak, bukan cuma untuk diriku, tapi juga untuk mereka. Iya, itu sebenarnya yang ingin aku ceritakan.
Di film itu, Arif bertemu orang Madura penjual ketoprak di Jakarta, ketika ia mengikuti pembinaan pra olimpiade internasional. Ternyata masih seperti dulu, tidak semua orang Madura merantau dengan cara yang lebih baik. Intinya, sama saja dengan usahanya di rumah, namun dengan ladang jual yang lebih baik.
Sehabis nonton, aku niatkan untuk beli sate. Memang lapar sih, dan juga udah lama ga makan sate. Seperti biasa, setiap malam ada penjual sate yang keliling sekitar kos. Aku ingin merasakan seperti yang di film Mestakung barusan.
Aku samperin tukang sate di dekat gardu ronda, aku pesan satu porsi sambil ajak ngomong. Ternyata dia berasal dari satu kecamatan denganku di rumah. Hanya saja, tujuan kami ke sini mungkin beda. Aku menuntut ilmu, dan ia mencari nafkah.
Ternyata, mereka (para penjual sate) masih menggunakan cara sama untuk mengais rezeki Allah. Merantau ke Jogja hanya sebuah peluang yang mereka pikir akan lebih meningkatkan pendapatan. Tanpa berpikir bagaimana meningkatkan cara kerja mereka agar lebih baik.
Aku tak menyalahkan mereka, sepenuhnya aku tak menyalahkan mereka. Mungkin mereka berada dalam ketidaktahuan untuk berubah, mungkin juga karena ketidakberdayaan untuk merubahnya. Jadi mereka pikir tempat yang lebih ramailah yang dapat membuat mereka bertambah pengahasilan, bukan peningkatan cara kerja.
Aku termenung...
Inilah tugasku. Tugas seorang penuntut ilmu. Tugas seorang kaum terpelajar.
Apa hasilnya aku sekolah tinggi-tinggi kalau untuk tetangga saja aku tidak bisa bermanfaat.
Tugaskulah untuk membantu kehidupan mereka menjadi lebih baik.
"Sebenarnya Tugasku Masih Banyak, Bukan Cuma untuk Diriku, Tapi juga Untuk Mereka"
Masih banyak orang Madura yang merantau keluar, karena berpikir di pulau sendiri penghasilan tak akan dapat menunjang hidup. Tapi, apakah dengan merantau itu bisa teratasi. Itulah tugasku menyelesaikannya.
Aku harap, suatu saat aku bisa mengajak mereka semua pulang.
"Ayo, sekarang kita punya lapangan pekerjaan sendiri yang lebih baik."
Dan hanya kuijinkan mereka merantau dengan menjadi tenaga-tenaga ahli, karena memang dibutuhkan.
Bukan lagi seperti sekarang.
Insya Allah, biarkan saya berusaha.